Kampungkosong.blogspot.com. Diberdayakan oleh Blogger.

27/06/12

Fwd: Ilmu Laduni

---------- Forwarded message ----------
From: Mas Brozz <mbahdicky.lpg@gmail.com>
Date: Tue, 5 Jun 2012 22:25:43 +0700
Subject: Ilmu Laduni
To: dickyarianto781.kamsomg@blogger.com

Dengan pemahaman hati tersebut, seorang hamba dapat memahami secara
langsung makna yang dikandung didalam ayat-ayat Al-Qur'an yang sedang
dibaca maupun didengar. Berupa pemahaman yang amat luas dan universal
sehingga kadang-kadang tidak mampu diuraikan baik melalui ucapan maupun
tulisan. Pemahaman akan ma'na ayat yang didalamnya sedikitpun tidak
dicampuri keraguan sehingga dapat menjadikan iman dan takwa seorang hamba
kepada Allah Ta'ala menjadi semakin kuat.

Dalam menafsiri firman Allah SWT.:

إِنَّهُ لَقُرْآَنٌ كَرِيمٌ (77) فِي كِتَابٍ مَكْنُونٍ (78) لَا يَمَسُّهُ
إِلَّا الْمُطَهَّرُونَ

"Sesungguhnya Al-Qur'an ini adalah bacaan yang sangat mulia. Pada kitab
yang terpelihara.Tidak menyentuhnya kecuali hamba-hamba yang disucikan" .
QS. al-Waqi'ah.56/77-79.

Ulama' berbeda pendapat dalam mengartikan Al-Muthohharuun (Orang-orang yang
disucikan).
a). Dari Ibnu Abbas ra. yang dimaksud al-Kitab adalah kitab yang ada di
langit, tidak ada yang menyentuhnya kecuali para malaikat yang disucikan.
Seperti itu pula pendapat Anas, Mujahid, Ikrimah Said bin Jabir.
Rodhiallahu 'Anhum.
b). Yang dimaksud Al-Qur'an disini adalah mushhab, maka tidak menyentuhnya
kecuali orang yang suci dari junub dan hadats. Dengan dalil apa yang
diriwayatkan oleh Abu Dawud ra. bahwa Rasulullah saw. bersabda :

وَلاَ يَمُسُّ الْقُرْآَنَ إِلاَّ طَاهِرٌ
"Dan tidak menyentuh Al-Qur'an kecuali orang yang suci".
*Tafsir Ibnu Katsir ayat 79 surat al-Waqi'ah*

c). Tidak dapat menyentuh terhadap pemahaman-pemahaman Al-Qur'an yang qodim
(rahasia ilmu laduni) kecuali orang-orang yang hatinya bersih dan suci dari
kotoran-kotoran manusiawi. Allah SWT. mengisyaratkan hal tersebut dengan
firmannya :

وَإِذَا قَرَأْتَ الْقُرْآَنَ جَعَلْنَا بَيْنَكَ وَبَيْنَ الَّذِينَ لَا
يُؤْمِنُونَ بِالْآَخِرَةِ حِجَابًا مَسْتُورًا (45) وَجَعَلْنَا عَلَى
قُلُوبِهِمْ أَكِنَّةً أَنْ يَفْقَهُوهُ وَفِي آَذَانِهِمْ وَقْرًا وَإِذَا
ذَكَرْتَ رَبَّكَ فِي الْقُرْآَنِ وَحْدَهُ وَلَّوْا عَلَى أَدْبَارِهِمْ
نُفُورًا

"Dan apabila kamu membaca Al-Qur'an niscaya Kami adakan antara kamu dan
orang-orang yang tidak beriman kepada kehidupan akhirat, yaitu dinding yang
tertutup * Dan Kami adakan tutupan diatas hati mereka dan sumbatan di
telinga mereka, agar mereka tidak dapat memahaminya". QS.al-Isra'.17/45-46.

Dari ayat diatas jelas menunjukkan bahwa orang yang mambaca atau
mendengarkan ayat-ayat suci Al-Qur'an belum tentu memahami isinya, karena
yang dibaca tersebut adalah Al-Qur'an hadits. Terhadap al-Qur'an yang
hadits ini siapa saja dapat menyentuhnya. Adapun yang dipahami adalah
Al-Qur'an yang qodim atau rahasia-rahasia dari ilmu laduni, terhadap
al-Qur'an yang qodim ini tidak semua orang dapat menyentuhnya kecuali orang
yang beriman dengan kehidupan akhirat. Sebab, yang dimaksud dengan membaca
atau mempelajari adalah amalan lahir, sedangkan memahami adalah amalan
bathin. Yang dibaca adalah yang lahir sedangkan yang dipahami adalah yang
bathin. Maka tidak dapat menyentuh yang bathin kecuali dengan alat yang
bathin pula, yaitu matahati yang cemerlang.

2). Bukti kebenaran Al-Qur'an.
Salah satu tanda-tanda kebenaran Al-Qur'an ialah bahwa isinya membenarkan
isi kitab-kitab yang diturunkan sebelumnya. Yang demikian itu menunjukkan
bahwa kitab-kitab samawi tersebut adalah sama-sama wahyu dari Allah Ta'ala.

3). Ilmu yang diwariskan.
Lafad "Kami wariskan", artinya pemahaman hati tersebut diturunkan kepada
orang yang menerima dengan tanpa usaha. Diturunkan semata-mata dari
kehendak Allah Ta'ala, meski itu merupakan buah ibadah yang dijalani oleh
seorang hamba. Oleh karena ilmu tersebut diturunkan sebagai warisan, maka
tentunya yang menerima warisan itu harus mengetahui dengan pasti siapa yang
mewariskan ilmu tersebut kapada dirinya. Dengan asumsi seperti itu, maka
pemahaman ini hanya dapat dihasilkan dari rahasia pelaksanaan tawasul
secara ruhaniyah kepada orang yang ditawasuli. Maksudnya, rahasia sumber
ilmu laduni itu hanya dapat terbuka dari sebab pelaksanaan tawasul kepada
orang-orang yang telah terlebih dahulu mendapatkan warisan ilmu laduni dari
para pendahulunya. Jadi, ilmu laduni itu adalah ilmu yang ada keterkaitan
dengan ilmu para guru mursyid sebelumnya, guru-guru Mursyid tersebut
sebagai pewaris sah secara berkesinambungan sampai kepada Maha Guru yang
agung yaitu Baginda Nabi Muhammad Rasulullah saw.

Ayat diatas menjadi bukti bahwa ilmu laduni yang dimaksud bukanlah sesuatu
yang didapatkan dari hasil bertapa didalam gua-gua di tengah hutan atau di
kuburan angker—yang kemudian orang itu mendapatkan "linuwih" atau
kelebihan-kelebihan dan kesaktian—yang datangnya tidak dikenali dari mana
sumber pangkalnya. Ilmu laduni adalah ilmu yang diturunkan Allah Ta'ala
didalam hati seorang hamba yang dipilihNya melalui proses tarbiyah azaliah,
sebagai buah ibadah yang dijalani.

Kalau ada kelebihan atau kesaktian yang didapatkan orang dari hasil berburu
dengan mujahadah dan bertapa di hutan-hutan, meski orang tersebut kemudian
dapat berjalan cepat seperti mukjizatnya Nabi Sulaiman as. misalnya,
kelebihan seperti itu bisa jadi merupakan kelebihan yang datangnya dari
fasilitas makhluk Jin. Kelebihan seperti itu terkadang hanya sebagai
istidroj (kemanjaan sementara) belaka, yang kemudian sedikit demi sedikit
akan dicabut lagi bersama kehancuran pemilikinya. Terlebih lagi apabila
kelebihan-kelebihan itu dibarengi dengan sifat sombong dan takabbur,
sehingga cenderung hanya dijadikan alat untuk unjuk kesaktian yang
dipamerkan kepada orang banyak, jika demikian keadaannya, maka itu dapat
dipastikan bahwa kesaktian tersebut hanyalah istidroj belaka. (bersambung)

[image: Jati Diri 2 SK
copy]<http://ponpesalfithrahgp.files.wordpress.com/2009/11/jati-diri-2-sk-copy1.jpg>

Sejak ilmu laduni itu memancar di hati seorang hamba, maka segera saja
hamparan hati itu menjadi bagaikan sungai yang bermata airnya, meski sedang
datang musim kemarau panjang, sedikitpun airnya tidak pernah berkurang.
Atau seperti pelita di dalam kaca kristal yang sumbunya berminyak; "yang
minyaknya (saja) hampir-hampir menerangi, walaupun tidak disentuh api"
QS.an-Nur/24. Pelita itu akan memancarkan sinarnya setiap saat, meski
sumbunya tidak pernah lagi dibasahi minyak. Hal tersebut bisa terjadi,
karena rahmat Allah lebih dahulu dipancarkan sebelum pemahaman itu
diturunkan, sehingga hamparan dada itu menjadi tambang ilmu yang tidak
pernah berhenti memancar, meskipun disaat kesempatan untuk membaca dan
mendengarkan sudah tidak dapat kembali terulang.Bahkan terkadang ilmu
laduni yang muncul itu sedikitpun belum pernah tertulis dalam buku dan
kitab yang ada. Berupa ilmu pengetahuan dan pemahaman yang aktual dan
akplikatif. Hasil perpaduan ayat yang tersurat dengan ayat yang tersirat
yang mampu menjadi solusi persoalan yang sedang aktual. Sebab, ketika
kitab-kitab yang sudah ada itu sedang ditulis pada zamannya, keadaan yang
sedang terjadi itu memang belum pernah dimunculkan oleh zaman. Seperti
itulah contohnya, maka Al-Qur'an al-Karim diturunkan kepada Baginda Nabi
saw. dengan cara berangsur-angsur.



Wahyu Allah itu diturunkan ayat demi ayat dengan mengikuti proses
perkembangan keadaan dan zaman, sehingga mampu menjadi solusi dari setiap
timbulnya tantangan dan kesulitan. Sungguh sangat beruntung orang-orang
yang berusaha bersungguh-sungguh mendapatkannya, meski kemudian sampai mati
dia belum juga pernah berhasil mencicipi kenikmatannya, namun yang pasti
minimal pernah mencium bauhnya.

ads

Ditulis Oleh : Unknown Hari: 07.03 Kategori:

0 komentar:

Posting Komentar

back to top
 
Powered by kampungkosong.blogspot.com