Puncak
keberuntungan seorang hamba adalah diterimanya amal kebaikannya di sisi
Allah. Amalnya tidak cacat, sebagaimana tidak diterimanya barang yang
rusak untuk dijual oleh sebuah perusahaan.
Sebaliknya
kesialan yang menimpa seorang hamba di hadapan Allah adalah ketika ia
merasa yakin dengan amal yang ia lakukan tapi Allah tidak menerimanya.
Ia pun menjadi rugi karena jerih payahnya sia-sia.
Amal
yang diterima itu memiliki tanda sebagaimana kita mengajukan sebuah
proposal, akan menerima tanda terima surat yang menandakan bahwa surat
kita telah diterima meskipun belum tentu pengabulannya diterima, dan
yang akan kita terima belum tentu sesuai dengan apa yang kita
angan-angankan.
Tanda
diterimanya amal, pertama, nikmatnya amal menimbulkan keinginan untuk
tidak meninggalkannya. Jika tertinggal maka timbul rasa penyesalan dalam
dirinya. Kedua mendapatkan buah amal tersebut (seperti shalat dapat
mencegah pekerjaan keji dan munkar, berdzikir menimbulkan ketenangan
hati). Ketiga mendapatkan pengetahuan (petunjuk) dari Allah sehingga
bertambah amalnya secara kualitas maupun kuantitasnya.
Hadirin Yang Berbahagia,
Allah
menawarkan kenikmatan akhirat dengan sesuatu yang belum pernah mata
melihat, telinga mendengar. Artinya kenikmatan syurga itu teramat mahal,
bukan hal yang murah. Sesuatu yang mahal itu seimbang dengan nilai yang
ditawarkan. Adalah pantas syurga itu mahal karena orang yang mau
beribadah, mau mengaji, mau menginfakkan masjid itu jumlahnya lebih
sedikit. Orang yang betah di mall lebih banyak daripada di mesjid. Orang
yang memegang remote tv di waktu maghrib lebih banyak daripada memegang
mushaf Al-Quran.
Sabda Nabi Saw: Alaa inna sil’atallaahi ghooliyah. Ketahuilah, Perniagaan Allah itu mahal nilainya. Yaitu Syurga.
Rasulullah
Saw menyatakan bahwa betapa banyak amal dunia menjadi amal akhirat
lantaran baik niatnya, yakni amalnya diterima. Baiknya niat bisa
diciptakan dan diinspirasikan dengan memahami ajaran-ajaran Islam lewat
pengajian, mendengarkan ceramah, duduk dengan orang-orang yang
dishalehkan, dan sebagainya. Betapa banyak amal akhirat hanya akan
menjadi amal dunia lantaran buruknya niat, yakni menyebabkan cacat
amalnya.
Hadirin Rahimakumullah,
Di
awal tahun 1990an, email, komputer dan handphone hanya dinikmati oleh
segelintir orang. Kini, 20 tahun kemudian, di seluruh dunia, 1,4 milyar
orang telah mempunyai e-mail, ada 1 miliar komputer, dan 3,3 miliar
pengguna handphone–sekitar separuh dari jumlah penduduk dunia. Proses
ini akan terus berkembang. 10 tahun mendatang perkembangannya akan lebih
cepat dari 100 tahun kemarin.
Teknologi
bisa menjadi dunia saja, tapi bisa menjadi amal akhirat. Begitu mudah
dengan era kemajuan teknologi sekarang ibadah bisa kita wujudkan.
Membaca atau mempelajari Al-Quran saat ini mudah sekali melalui komputer
atau handpone. Pengetahuan agama dari bentuk word hingga digibok sudah
banyak beredar di internet. Semuanya bukan saja bisa menjadi lahan
ibadah tapi mempermudah sesuatu yang sulit dan mempersingkat
ketertinggalan kita mengenai informasi agama.
Tapi
teknologi ibarat 2 bilah mata pisau, bisa menjadi sahabat dan bisa
menjadi musuh kita, disadari atau tidak. Kalau anak-anak mengunjungi
warnet untuk main game saja, yang dewasa hanya untuk kesenangan duniawi
semata, maka bukanlah teknologi itu menjadi nilai rahmat yang membawa
manfaat akhirat, tapi mengurangi umur, mempercepat azab dan menambah
catatan panjang bahan hisab kita di hadapan Allah SWT. Dengan banyak
informasi yang kurang mendidiklah anak-anak tidak mau mendengar nasehat
orang tuanya, susah diajak ibadah, tapi kalau diajak tempat wisata,
tempat belanja, mall, barulah mereka mau. Inilah fenomena anak zaman
sekarang.
Anak-anak
mesti kita arahkan menuju hal-hal yang positif, jadikan kepintarannya
untuk menegakkan syiar Islam, jadikan kecerdasannya untuk menelaah
permasalahan umat di masa mendatang, jadikan kelebihannya untuk
menegakkan Dien Allah dan Rasul-Nya. Jika semua membiarkan arus
teknologi informasi yang begitu pesat tanpa dibarengi dengan pendidikan
agama, maka bisa jadi generasi muda muslim malah menjadi musuh bagi
agamanya sendiri. Na’udzubillah.
Hadirin yang berbahagia,
Syekh Ahmad bin Idris Al-Fasi mengungkapkan,
إِذَا أَرَادَ أَنْ يَدْخُلَ السِّالِكُ فِى أَمْرٍ مِنْ أُمُوْرِهِ قَوْلاً اَوْفِعْلاً فَلْيَعْلَمْ اَنَّ اللهَ تَعَالَى لاَبُدَّ اَنْ يُوْقِفَهُ بَيْنَ يَدَيْهِ وَيَسْئَلَهُ عَنْ ذلِكَ الْأَمْرِ فَلْيَعُدَّ الْجَوَابَ لِسُؤَالِ الْحَقِّ تَعَالَى.
“Apabila seseorang Salik mau
melakukan suatu tindakan baik perkataan maupun perbuatan, maka dia
harus mengetahui bahwa sesungguhnya Allah senantiasa berdiri di depannya
dan akan menanyakan tentang perbuatan tersebut. Maka persiapkanlah
jawaban dari pertanyaan-pertanyaan Allah SWT Yang Haq.
Apabila
jawaban tersebut benar dan akan diridhoi serta diterima oleh-Nya,
laksanakanlah tindakan tersebut. Maka akibat tindakan tersebut terpuji
di dunia dan akhirat. Demikian pula sebaliknya”.
Sebagaimana
orang yang berpantang saat sedang sakit. Kalau sedang sakit diabetes,
silahkan banyak makan nasi, banyak makan yang manis-manis jika ia tidak
mengikuti nasehat dokter. Akibatnya, ia sendiri yang akan merasakannya
nanti. Tapi jika ia sudah merasakan akibatnya maka ia akan menahan diri
dari akibat yang akan dideritanya, yang tidak bisa dipindahkan kepada
siapapun rasa sakitnya itu.
Ibadah
terbagi menjadi 2 (dua). Ada yang disukai nafsu dan ada yang tidak.
Harta pun demikian, ada yang bisa membawa kebaikan atau keburukan.
Dampak negatif harta itu berdasarkan sabda Nabi Saw adalah:
1. Al-‘Ana’ fi jam’ihi, payah mengumpulkannya,
2. Wasy-Syughlu ‘an dzikrillahi ta’aalaa bi-ishlaahihii, lalai mengingat Allah karena sibuk mengatur harta,
3. Wal khouf min saalibihii, menimbulkan kecemasan dicuri hartanya,
4. Wahtimaala ismi al-bakhil linafsisi, disandangkan sifat bakhil atas dirinya karena tidak mau berderma,
5. Wa Mufaaroqotash shoolihiin min ajlihi, menjauhkan dirinya dari orang-orang saleh karena kesibukannya.
Bukanlah Islam itu anti harta, anti kemajuan, anti teknologi. Bahkan Islam harus lebih maju dari yang lain. Al-Islaam ya’luu walaa yu’laa ‘alaiih.
Bukanlah
orang yang lebih baik di antara kalian (kata Nabi) meninggalkan dunia
untuk akhiratnya, dan bukan pula meninggalkan akhirat untuk dunianya.
Tapi orang yang lebih baik di antara kalian adalah orang yang mengambil
keduanya (dunia dan akhirat). Selaras dengan do’a:
Robbanaa aatinaa fid dun-yaa hasanah wafil aakhiroti hasanah waqinaa ‘adzaaban naar.
Wahai Tuhan kami berikanlah kepada kami kebaikan dunia dan akhirat, lindungilah kami dari siksa api neraka.
Yaa
Allah luaskan rizki kami, jangan jadikan luasnya rizki sebagai
penghalang bagi akhirat kami. Jadikanlah rizki di dalam genggaman tangan
kami, dan jangan letakkan di dalam lubuk hati kami.
LQ, 10 Desember 2010
0 komentar:
Posting Komentar